Aku tak tau pasti kapan rasa ini mulai muncul, ia seringkali hinggap tatkala aku mendengar nasihat-nasihat dari ahli ilmu, tentang panjangnya perjalanan manusia di fase kehidupan selanjutnya, tentang hal-hal ghaib yang belum pernah kita lihat dengan mata kepala, tentang keindahan surga-surga dan dahsyatnya siksa neraka
Kemudian ketika ia mulai merasuk ke dalam hati, maka tumbuhlah nilai-nilai keimanan. Iya, nilai-nilai iman. Itulah Value yang tak pernah terbayangkan dan tak masuk akal bagi kaum liberal karena hati mereka tertutup oleh dosa dan maksiat akibat mempertuhankan nafsunya.
Renungilah terjemah firman Allah dalam surat Al Hajj ayat 46 berikut: "Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada."
Dan inilah momentum yang seharusnya dimanfaatkan, agar jangan sampai rasa itu hanya terucap atau tertuang dalam tulisan. Rasa itu menjadi berarti ketika kita menjalani hidup lebih berhati-hati seperti orang yang sedang berjalan diantara duri-duri.
Dan menyadari hal itu maka semakin jelaslah tentang kehidupan dunia, hakikatnya kita hanya mampir sesaat kemudian kembali pulang ke negeri asal, negeri akhirat yang kekal.
Allah berfirman -yang terjemahnya- : "Kenikmatan
hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan ) di akhirat hanyalah
sedikit," ( QS at-Taubath[9]:38). "Dan
sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal," ( QS Ghafir [40]:39).
Allah Jalla jalaaluhu berfirman dalam Surat Al Hasyr ayat 18 -yang terjemahnya- : "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Komentar
Posting Komentar