5 Alasan Muslim Tidak Mengucapkan Natal dan Merayakan Tahun Baru

 

5 Alasan Muslim Tidak Mengucapkan Natal dan Merayakan Tahun Baru

Dalam kehidupan bermasyarakat, toleransi antar umat beragama adalah nilai yang penting untuk dijaga. Namun, dalam Islam, ada batasan-batasan yang diatur oleh syariat terkait interaksi dengan tradisi agama lain. Salah satu pembahasan yang sering muncul adalah tentang pengucapan selamat Natal dan perayaan Tahun Baru. Artikel ini akan menjelaskan lima alasan utama mengapa seorang Muslim tidak mengucapkan selamat Natal dan tidak merayakan Tahun Baru, baik dari tinjauan aqidah maupun fiqih.



1. Menjaga Kemurnian Tauhid

Dalam Islam, tauhid adalah inti dari seluruh ajaran. Tauhid berarti mengesakan Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun. Dalam konteks ini, Natal diperingati oleh umat Kristiani sebagai kelahiran Yesus Kristus yang dianggap sebagai anak Tuhan atau bagian dari Trinitas. Keyakinan ini bertentangan dengan konsep tauhid yang murni dalam Islam.

Mengucapkan selamat Natal dapat diartikan sebagai pengakuan atau dukungan terhadap keyakinan tersebut, yang dapat mengikis prinsip tauhid. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra: 36)


2. Menghindari Tasyabbuh (Menyerupai Non-Muslim)

Dalam Islam, ada larangan tasyabbuh, yaitu menyerupai tradisi atau kebiasaan yang menjadi ciri khas agama lain. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Perayaan Natal dan Tahun Baru adalah tradisi yang khas dari agama lain. Ikut merayakan atau bahkan sekadar memberikan ucapan dapat dianggap sebagai bentuk tasyabbuh yang dilarang. Seorang Muslim dituntut untuk menjaga identitas keislamannya tanpa perlu mengikuti tradisi yang tidak sejalan dengan syariat.


3. Perayaan Tahun Baru Bukan Bagian dari Syariat Islam

Tahun Baru Masehi adalah tradisi yang berasal dari budaya Romawi dan tidak memiliki dasar dalam ajaran Islam. Dalam Islam, penanggalan yang digunakan adalah kalender Hijriah, yang didasarkan pada perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW.

Perayaan Tahun Baru sering kali diisi dengan aktivitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti pesta pora, mabuk-mabukan, dan hura-hura. Hal ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan sikap syukur, introspeksi, dan perbaikan diri.


4. Fatwa Ulama Tentang Larangan Mengucapkan Selamat Natal

Mayoritas ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa mengucapkan selamat Natal tidak diperbolehkan karena hal itu dianggap sebagai bentuk pengakuan terhadap akidah yang bertentangan dengan Islam. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Dalam kitabnya, Iqtida’ Shirathal Mustaqim, beliau menyatakan:

“Mengucapkan selamat atas syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Misalnya, mengucapkan selamat atas hari raya mereka atau puasa mereka, dengan mengatakan, 'Selamat hari raya' dan semisalnya. Hal ini, jika orang yang mengucapkannya selamat dari kekufuran, maka tetap saja ia telah melakukan sesuatu yang haram.”

Pendapat ini dikuatkan oleh lembaga-lembaga fatwa di berbagai negara, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang menyarankan agar umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal.


5. Menjaga Identitas Keislaman

Sebagai Muslim, menjaga identitas keislaman adalah bagian dari ibadah. Dalam kehidupan modern, sering kali umat Islam dihadapkan pada tekanan untuk mengikuti tradisi atau budaya yang tidak berasal dari ajaran Islam. Dengan tidak mengucapkan selamat Natal atau merayakan Tahun Baru, seorang Muslim menunjukkan komitmennya dalam menjaga prinsip-prinsip Islam.

Allah SWT berfirman:

“Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Hud: 113)


Kesimpulan

Mengucapkan selamat Natal dan merayakan Tahun Baru bukanlah bagian dari ajaran Islam. Sebagai Muslim, menjaga kemurnian tauhid, menghindari tasyabbuh, dan menaati fatwa ulama adalah bagian dari upaya menjaga keimanan. Namun, penting juga untuk tetap menunjukkan sikap toleransi dengan cara yang sesuai syariat, seperti menghormati keyakinan orang lain tanpa harus ikut terlibat dalam perayaan mereka.

Dengan memahami alasan-alasan ini, seorang Muslim dapat menjalani kehidupannya dengan tetap teguh pada prinsip Islam tanpa mengurangi rasa hormat kepada umat beragama lain. Islam mengajarkan toleransi yang berdasarkan akidah, bukan kompromi terhadap nilai-nilai keimanan.

Komentar